Kamis, 01 Juli 2010

“Pengaruh Perkembangan Teknologi dan Ekonomi Terhadap Keluarga”

oleh :

Ghufronudin

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi - Antropologi smt IV

Universitas Sebelas Maret Surakarta


Globalisasi” sebuah istilah yang telah akrab di teliga kita saat ini. Mendengar kata ini pikiran kita langsung tertuju pada sebuah perkembangan, kemajuan maupun perkembangan. Istilah globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer dan bentuk – bentuk interaksi yang lain sehingga batas – batas suatu negara menjadi bias. Globalisasi dapat membawa berbagai perubahan dalam segala bidang seperti budaya, ekonomi, sosial, politik, ideologi dan lain sebagainya. Disatu sisi, globalisasi membawa konsekuensi positif dan di sisi lain juga membawa sisi negatif.

Dalam bidang teknologi misalnya, bermunculan berbagai alat – alat canggih bertenaga mesin yang menggantikan tenaga manusia. Semakin lama sesuai dengan perkembangan dan penerapan teknik baru tingkat tinggi telah mampu membatasi keluarga dari fungsi – fungsi ekonominya dan sangat mempengaruhi seluruh ciri - ciri sistem sosial sebuah keluarga. Masih banyak dampak di bidang lain yang timbul akibat globalisasi itu. Secara garis besar dengan adanya globalisasi dapat menimbulkan suatu transformasi bentuk baru terhadap bentuk yang sudah ada.


Perubahan Status Wanita ( Istri )

Adanya perkembangan teknologi dan ekonomi membawa konsekuensi terhadap adanya penambahan peran baru bagi wanita (istri). Dimana akibat dari situasi ini adalah semakin bertambahnya jumlah wanita yang bekerja di pabrik – pabrik, perusahaan, maupun di kantor – kantor sebagai ladang penghasilan mereka. Perubahan ini telah menghancurkan paham kuno tentang “laki – laki harus bekerja dan wanita harus di dapur“. Juga pepatah jawa yang mengatakan bahwa “tugas istri hanyalah macak, manak dan masak“. Paham – paham seperti ini kini sudah tidak berlaku lagi dalam tatanan kehidupan masyarakat kita. Umumnya baik di pedesaan maupun di perkotaan suami dan istri sudah sama – sama bekerja. Baik itu didasarkan pada tuntutan sosial maupun karena kebutuhan ekonomi keluarga. Laki – laki (suami) yang dulunya sebagai satu – satunya berperan sebagai tulang punggung keluarga yang bertugas untuk mencari nafkah bagi keluarga, kini tidak hanya suami yang mempunyai peran seperti itu. Wanita (istri) juga berperan sebagai seorang pencari nafkah bagi keluarga sama dengan suami. Fenomena seperti ini tidak hanya berlaku bagi kehidupan masyarakat perkotaan saja yang memang secara sosiologis tatanan masyarakatnya sudah mencerminkan tatanan masyarakat perindustrian. Dalam kehidupan masyarakat pedeesaan pun istri juga memainkan peran sama seperti suami sebagai pencari nafkah. Tapi semua itu lebih didasrakan pada segi ekonomi tidak berdasar atas tuntutan sosial seperti dalam masyarakat perkotaan.


Wanita Karier

Perubahan ini menyebabkan para istri dan suami mempunyai derjat kebebasan yang sama dalam konteks “pembagian kerja“ antara suami dan istri dalam keluarga. Saat ini pekerjaan istri telah terspesialisasikan seperti layaknya kaum laki – laki dan tidak lagi dicurahkan pada tugas – tugas rumah tangga saja. Kemudian muncul istilah “wanita karier“ dimana spesialisasi pekerjaan profesional tertentu melekat pada wanita (istri) yang selain memiliki peran sebagai ibu juga harus memainkan peranya dalam lingkup keprofesionalan pekerjaan itu. Dengan keadaan ini maka timbul konsekuensi lain bagi keluarga. Seperti berkurangya waktu bagi wanita sebagai ibu dalam mendidik mendidik anak – anaknya yang sudah mulai diabaikan. Sebagai solusinya maka pendidikan dan perawatan anak diserahkan kepada Baby Sisters. Karena kesibukan orang tua dengan pekerjaanya itulah yang menyebabkan mereka menyerahkan kepada Baby Sisters itu. Melihat kondisi ini jelas anak lah yang menjadi korbanya. Perhatian dan kasih sayang orang tua menjadi tidak mereka dapatkan pada saat yang sebenarnya sangat mereka butuhkan. Akibatnya anak sulit untuk membangun kedekatan emosional dengan ibunya sendiri.

Secara Ekonomi

Fungsi ekonomi keluarga pada dekade akhir – akhir ini telah mengalami modifikasi dan proses tersebut rata – rata akan berlangsung dengan cepat, Dahulu pembuatan barang – barang termasuk segala kebutuhan keluarga dilakukan semuanya oleh keluarga. Tetapi sekarang dengan adanya pabrik – pabrik telah mengambil alih semua aktivitas – aktivitas itu. Dengan mudahnya sekarang tanpa harus melakukan kerja yang berarti segala kebutuhan mudah untuk dipenuhi. Perubahan – perubahan yamg nyata jelas terlihat dalam aktivitas orang dirumah adalah kini keluarga sudah jarang menggunakan alat – alat masaknya, melainkan banyak dari mereka yang membeli langsung di toko – toko luar. Walaupun tidak secara keseluruhan demikian tetapi paling tidak ada kecenderungan yang seperti itu.

Dengan demikian secara ekomoni, perubahan status pada wanita telah memberi pengaruh pada keluarga sebagai unit ekonomi. Dimana wanita yang juga berperan sebagai seorang pencari nafkah memberikan berbagai konsekuensi dan kesempatan untuk memegang peranan penting dalam ekonomi rumah tangga yang dengan penghasilanya mampu menggerakan ekonomi keluarga. Disisi lain adanya kesempatan bagi wanita untuk melakukan pekerjaan membawa konsekuensi bagi wanita untuk mendaptkan “kekuasaan sosial” dalam keluarga. Dimana dominasi kekuasaan keluarga tidak hanya menjadi milik suami.


Dampak Teknologi

Seperti telah dijelaskan diatas bahwa kemajuan teknologi membawa berbagai dampak dalam berbagai bidang. Berkembangnya kebudayaan materi seperti tingkat penemuan dan inovasi teknologi dan meluasnya industrialisasi merupakan faktor pendorong untuk perubahan keluarga. Dalam konteks pemenuhan kebutuhan hidup, kemajuan teknologi mampu memberikan kemudahan bagi manusia dalam memenuhi segala kebutuhan hidunya. Kemajuan teknologi hadir sebagai “budaya baru” yang mampu menggantikan tugas – tugas manusia dengan tenaga mesin. Teknologi membuat segala yang tidak mungkin menjadi mungkin serta teknologi mampu menhilangkan batas ruang dan waktu. Tetapi di sisi lain kemajuan teknologi justru membawa berbagai dampak negatif. Bahwa seperti yng kita tahu kemajuan teknologi sering disalahartikan oleh manusia untuk berbagai tindak kejahatan yang merugikan orang lain.

Kaitanya dengan keluarga kemajuan teknologi telah membawa berbagai perubahan terhadap peran masing – masing anggota keluarga. Bagi wanita (istri) kemajuan teknologi telah secara perlahan mengurangi perananya dalam keluarga. Berbagai tugas – tugas rumah tangga kini bisa diwakilkan pada alat – alat baru berteknologi canggih sehingga ia tidak perlu melaksankanya lagi. Rutinitas seperti mencuci telah tergantikan oleh mesin cuci, memasak telah tergantikan dengan Rice Cooker dan lain sebagainya. Seolah segalanya serba praktis dan efisien sesuai dengan zaman yang dinamakan oleh para ahli sebagai “zaman tombolisasi”. Dampak lain dari kemajuan teknologi adalah menyebabkan adanya ketergantungan terhadap teknologi pada masing – masing anggota keluarga. Model interaksi langsung yang intim antar sesama anggota keluarga seolah telah berganti dengan model interaksi secara tidak langsung dengan perantara teknologi. Maka interaksi yang terjalin antar sesama anggota keluarga menjadi tidak intim dan harmonis sehingga menyebabkan hubungan ketidakharmonisan dalam keluarga itu sendiri.


Disorganisasi Keluarga

Disorganisasi keluarga adalah perpecahan keluarga sebagai suatu unit, karena anggota-anggotanya gagal memenuhi kewajiban - kewajiban sesuai dengan peran sosialnya. Bentuknya, bisa berupa putusnya perkawinan akibat perceraian, atau adanya gangguan dalam hal komunikasi antar – Individu sebagaimana disebut Goode dalam "Family Disorganization in Contempory Social Problems" sebagai emptyshell family atau rumah tangga hampa.

Perubahan teknologi dan ekonomi telah menyebabkan adanya perubahan dalam keluarga baik fungsi, peran maupun status seseorang dalam keluarga. Kaitanya dengan disorganisasi keluarga adalah pertama, istri mengalami ketidakpuasan terdap perananya jika hanya diposisikan sebagai “ibu rumah tangga” saja. Keadaan seperti ini muncul karena semakin terbukanya kesempatan bagi istri untuk mengaktualisasikan dirinya pada berbagai bidang pekerjaan. Dengan semakin terbukanya berbagai peranan bagi wanita menyebabkan adanya pertentangan satu sama lain dalam hal ini antara suami dan istri. Sekarang dengan istri memiliki kebebasan dalam bekerja sesuai yang diinginkan maka konsekuensinya adalah muncul semacam tekanan pekerjaan, profesi dan kelompok kelas yang membedakan peranan – peranan bagi sang istri. Pada tipe keluarga modern istri diposisikan sebagai partner atau teman dalam urusan bisnis. Sedangkan pada tipe kleuarga tradisional istri diposisikan sebagai seorang pencari uang dan sekaligus sebagai ibu rumah tangga. Dan bagi kebanyakan keluarga menuntut istrii menjalankan semua peranan – peranan itu. Sehingga nantinya akan menyebabkan istri mengalami kesulitan dalam penyesuaian atas peran – peranya itu.

Kemudian dengan situasi seperti itu maka akan memancing konflik – konflik peranan dalam keluarga. Konflik dapat timbul apabiila sang istri memegang peranan yang tidak konsisten. Banyak suami yang merasa keberatan terhadap penerimaan hak oleh istri mereka pada bidang – bidang yang dianggap mereka adalah hak para suami. Konflik – konflik ini sering terjadi pada keluarga yang istrinya bekerja dan berpengahasilan lebih. Dalam artian suami sering mempermasalahkan masalah yang berhubungan dengan pekerjaan istrinya tersebut. Terkadang dengan adannya masalah – masalah seperti itu maka akan menyebakan munculnya ketegangan – ketegangan dalam keluarga karena dengan situasi seperti itu maka justru akan memperkecil proses penyesuaian suami terhadap peran yang dijalankan istrinya. Faktor ini sangat berperan untuk mendorong terciptanya instabilitas keluarga yang dapat mengahncurkan ikatan cinta kasih suami – istri yang telah lama terbangun. Sehingga jika suami tidak dapat menerima konsekuensi dari peran istri maka bukan tidak mungkin akan menyebabkan masalah ini akan menjadi masalah yang serius dan lama kelamaan akan menimbulkan proses disorganisasi dalam keluarga itu sendiri. Proses disorganisasi dalam keluarga (suami – istri) sedikit banyaknya berasal dari konflik yang berlangsung terus – menerus antara suami – istri yang merenggangkan ikatan – ikatan kebersamaan dari pasangan tersebut. Hal ini ditandai dengan hilangnya secara berangsur – angsur tujuan – tujuan bersama dan menjadikan tujuan – tujuan pribadi menjadi lebih penting daripada tujuan – tujuan keluarga, usaha kerja sama yang semakin menurun, tidak terciptanya komunikasi yang baik antara suami – istri serta munculnya pertentangan sikap – sikap emosional antara suami – istri.


Solusi

Menyikapi adanya perkembangan teknologi dan ekonomi yang memicu adanya perubahan yang berpengaruh dalam keluarga, sebaiknya keluarga harus bisa menyiasati semua itu dengan baik. Dalam artian keluarga harus terus berusaha mengembangkan komunikasi yang efektif dan intim terhadap sesama anggota keluarga. Suami harus bisa memahami konsekuensi peran baru sang istri sebagai seorang yang tidak hanya berposisi sebagai “konco wingking” saja. Melainkan suami harus bisa memahami dan sekaligus menerima segala konsekuensi dari peran baru istri tersebut agar nantinya masalah ini tidak mengarah pada ketegangan – ketegagana dalam keluarga yang bisa memicu timbulnya disorganisasi keluarga.

Selain itu berbagai dampak dari perkembangan ekonomi dan teknologi yang berimbas pada menurunya fungsi – fungsi pokok keluarga, sebaiknya keluarga dapat menyikapi keadaan yang demikian berubah itu dengan tetap memperhatikan faktor – faktor yang dapat memicu instabilitas keluarga. Kaitanya dengan teknologi sebaiknya keluarga tidak mensalah artikan dalam menggunakan teknologi tersebut sehingga tidak menganggu keutuhan jalinan komunikasi antar sesama anggota keluarga. Dan pada intinya keluarga harus tetap memiliki jalinan komunikasi efektif yang terbentuk secara intensif dalam keluarga itu agar nantinya dapat tercipta hubungan interpersonal antar sesama anggota keluarga yang baik. sehingga dengan komunikasi efektif itu keluarga akan bisa membentengi setiap pengaruh maupun masalah keluarga baik yang berasal dari dalam maupun dari luar.






Daftar Pustaka


H, Khairuddin. 1985. Sosiologi Keluarga. Yogyakarta: Nur Cahaya.

Soekanto, Soeryono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.

www.google.com/disorganisasikeluarga/php

Tidak ada komentar:

Posting Komentar