Kamis, 01 Juli 2010

Analisis Faktor Penyebab Perceraian Di Desa Tumang, Cepogo, Boyolali

oleh :
Ghufronudin
Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi
Universitas Sebelas Maret Surakarta


Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang dibentuk atas dasar hubungan cinta kasih antara suami – istri yang memutuskan untuk hidup bersama dalam sebuah ikatan keluarga lewat perkawinan ( pernikahan ). Secara mendasar keluarga terdiri atas suami, istri dan anak. Masing – masing mempunyai peranan dan status sosial yang berbeda baik di dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Dalam keluarga terdapat sistem jaringan interaksi yang lebih bersifat interpersonal artinya masing – masing anggota keluarga dimungkinkan mempunyai intensitas hubungan satu sama lain yakni antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak maupun antara anak dengan anak.
Seperti telah dijelaskan di atas bahwa keluarga terbentuk atas dasar hubungan cinta kasih antara suami – istri yang telah berkomitmen membangun sebuah keluarga lewat pernikahan. Pada awalnya suami – istri berkomitmen untuk hidup bersama dalam ikatan perkawinan dengan harapan mendapatkan kebahagiaan yang abadi. Tetapi yang namanya kebagiaan tidak akan datang selamanya. Perjalanan hidup sebuah keluarga pasti diwarnai dinamika kehidupan dalam setiap episodenya. Ada saatnya sebuah keluarga hidup secara bahagia dengan segala kecukupan dan kehormonisan yang terjalin antar anggota keluarga. Tapi ada saatnya juga sebuah keluarga mengalami keterjeratan dalam masalah – masalah keluarga. Sumber masalahnya pun bisa datang dari internal keluarga itu sendiri maupun dari faktor ekternal seperti masyarakat.
Disorganisasi Keluarga ( Perceraian )
Salah satu masalah yang sering dialami keluarga sekarang ini adalah masalah “Disorganisasi Keluarga” yaitu merupakan suatu bentuk kelemahan – kelemahan, ketidaksesuaian (mal adjustment) atau putusnya jalinan ikatan anggota – anggota dari kelompok bersama. Disorganisasi keluarga dapat terjadi tidak hanya karena ketegangan – ketegangan antara suami dan istri, tetapi juga antara orang tua dan anak serta antara saudara kandung. Ketegangan antara suami dan istri adalah lebih serius daripada daripada ketegangan yang terjadi antara orang tua dan anak. Walaupun ketegangan antara anak dan orang tua juga merupakan persoalan serius tetapi meskipun demikian apabila terjadi ketegangan antara anak dan orang tua yang berujung pada penolakan tetap ikatan keluarga masih bisa berlangsung.
Hubungan perkawinan antara suami dan istri merupakan ikatan sentral persatuan keluarga dalam masyarakat. Apabila ikatan ini pecah maka keluarga juga akan pecah. Sedemikian vitalnya peranan ikatan hubungan antara suami dan istri. Keduanya saling memegang fungsi dan peranan masing – masing dalam menjaga eksistensi sebuah keluarga. Sehingga masa depan kelangsungan sebuah keluarga amatlah ditentukan oleh peranan hubungan antara suami dan istri.
Faktor Dominan
Sekarang ini masalah disorganisasi keluarga ( perceraian ) memang merupakan masalah yang sudah dinggap masyarakat sebagai masalah yang biasa. Dalam artian masyarakat kini menganggap perceraian sebagai hal yang wajar ( lumrah ) sebagai suatu solusi atas kemelut yang terjadi. Terlebih pada masyarakat modern, kini dengan adanya pendidikan mampu memberikan ruang yang sangat besar untuk istri mampu mengembangkan karirnya seperti suaminya. Bahkan tidak menutup kemungkinan untuk istri bisa menduduki peranan yang lebih tinggi dari pada suami. Hal demikian yang akhirnya memicu adanya konflik peranan antara pasangan suami – istri yang seringkali berujung pada perceraian.
Berbeda dengan faktor penyebab perceraian pada tipe masyarakat tradisional. Pada masyarakat tipe ini salah satu faktor dominan penyebab perceraian adalah faktor internal keluarga yang tidak ada sangkut pautnya dengan konflik peranan antara suami – istri. Singkatnya adalah faktor penyebab perceraian pada tipe masyarakat tradisional belumlah sekompleks pada masyarakat modern. Seperti yang terjadi di daerah penulis yakni di Desa Tumang Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. Di daerah itu salah sati faktor dominan penyebab perceraian adalah karena adanya suatu ketidakcocokan antara suami dan istri sebagai salah satu bentuk akibat adanya paksaan dari orang tua pada anak untuk segera menikah dengan calon yang sudah ditentukan oleh orang tuanya dahulu ketika mereka belum menikah. Bersumber dari data Bp. Bambang selaku Modin ( orang yang biasa mengurus perihal pernikahan dan perceraian pada suatu desa ) di desa penulis yakni antara tahun 2005 – 2009 faktor utama penyebab perceraian adalah karena adanya paksaan dari orang tua kepada anak untuk segera menikah pada calon yang sudah terlebih dahulu ditentukan oleh orang tua. Perincianya yaitu tahun 2005 ada kasus Talak satu dari suami kepada istri karena suami dipaksa orang tuanya menikah dengan calon istri yang ditentukan orang tuanya. Sehingga sang suami di tengah perjalanan kehidupan keluarganya merasa tidak bisa cocok dengan istrinya tersebut yang pada akhirnya perceraian menjadi solusi atas masalah mereka.
Pada tahun 2006 ada kasus satu perceraian dan kasus talak. Sama dengan kasus talak yang terjadi pada tahun 2005, di tahun 2006 inipun penyebabnya sama yakni suami dipaksa menikah dengan isrti pilihan orang tuanya. Karena dipaksa akhirnya laki – laki mersa tidk menemukan kecocokan dengan istrinya sehingga laki – laki memutuskan menjatuhkan talak kepada istri. Sedangkan kasus perceraianya disebabkan karena suami meninggalkan istri dan anak – anaknya selama berbulan – bulan tanpa ada kejelasan hingga kini. Pada tahun 2007 ada satu kasus perceraian yang disebabkan karena faktor ekonomi. Dimana laki – laki yang posisinya ikut keluarga perempuan karena alas an ekonomi keluarga perempuan menyebabkan laki – laki tidak betah sehingga akhirnya laki – laki untuk meminta cerai pada istri. Pada tahun 2008, juga terjadi satu kasus perceraian dimana faktornya adalah laki – laki sering pulang larut malam bahkan seringkali tidak pulang ke rumah. Karena faktor ini perempuan menggugat cerai laki – laki. Sedangkan pada tahun 2009 terjadi kasus talak berjumlah satu kasus dimana faktor peneyababnya adalah laki – laki dipaksa menikah oleh orang tua laki – laki dengan perempuan yang telah ditentukan orang tuanya. Di tengah perjalanan hidup berumah tangga laki – laki merasa sudah tidak memiliki kecocokan lagi dengan perempuan sehingga laki – laki menjatuhkan talak kepada perempuan. Masih di tahun 2009, selain kasus talak juga terjadi satu kasus perceraian dimana faktor penyebabnya adalah laki – laki yang posisinya ikut bertempat tinggal dirumah perempuan merasa tidak betah untuk tinggal disitu lagi karena sering terjadi cekcok dengan mertua yang disebabkan mertua sering mencampuri urusan pribadi keluarga mereka.
Berdasarkan data di atas maka dapat dianalisis bahwa faktor penyebab disorganisasi keluarga ( talak / cerai ) mayoritas disebabkan oleh adanya faktor paksaan orang tua yang memaksa anak mereka menikah dengan calon yang telah ditentukan oleh orang tua. Adanya kebijakan dari orang tua yang demikian memang sangat berpengaruh terhadap masa depan kehidupan keluarga sang anak. Karena memang segala sesuatu yang berawal dari paksaan maka hasilnya tidak akan baik. Dalam sosiologi keluarga menjelaskan bahwa justru karena hal inilah yang pada nantinya akan memicu timbulnya ketegangan – ketegangan hubungan antara suami dan istri dan juga pada hubungan dengan pihak keluarga. Dari akumulasi ketegangan – ketegangan ini pada akhirnya memicu konflik yang terjadi antara suami – istri maupun keluarga. Sehingga pada akhirnya perceraian menjadi solusi ( jalan ) atas masalah itu.
Faktor penyebab lainya yaitu faktor kurangnya komunikasi yang efektif antara suami – istri sehingga keduanya tidak terjalin hubungan yang tidak harmonis. Seperti pada kasus perceraian pad tahun 2006 dan 2008 dimana faktor penyebabnya adalah laki – laki sering pulang larut malam bahkan tidak pulang kerumah sampai berbulan – bulan lamanya. Dari hal ini maka dapat diketahui bahwa kurangnya komunikasi yang efektif dari suami – istri sangat memicu munculnya disorganisasi keluarga. Disamping berdampak pada keluarga pribadi maka lama kelamaan justru akan berdampak pada lingkup keluarga yang lebih luas lagi. Sehingga hubungan komunikasi efektif sangat menentukan keksistensian sebuah bangunan keluarga itu sendiri.
Sumber :
Informasi dari bapak Bambang ( Modin ) Desa Tumang.
H, Khairuddin, 1985. Sosiologi Keluarga. Nur Cahaya. Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar