Kamis, 01 Juli 2010

PELACURAN BERSERAGAM SEKOLAH

Oleh :
Ghufronudin
Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi
Universitas Sebelas Maret Surakarta

Ditengah hiruk-pikuknya masalah pendidikan di negeri ini karena disibukkan dengan penerimaam siswa baru ataupun mahasiswa baru, tidak menjadikan masalah yang satu ini hilang begitu saja. Diakui atau tidak, pelacuran berseragam sekolah tetap ada. Hasil investigasi sebuah stasiun TV swasta di negeri ini tentang pelacuran di balik seragam sekolah membuat prihatin banyak pihak. Betapa tidak, jumlahnya ternyata cukup banyak dan menjadi preseden buruk bagi dunia pendidikan kita. Harus diakui keberadaannya susah-gampang-gampang untuk dibuktikan. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa mereka benar adanya. Tidak heran mereka sudah mempunyai predikat sendiri, semisalayamsekolahataupunayamkampus.

Penulis tertarik untuk menulis ini karena mereka termasuk orang-orang kreatif yang mampu memanfaatkan potensi diri walaupun dengan jalan yang tidak baik. Mereka pandai memanfaatkan seragam sekolah sebagai media mencari keuntungan dan kenikmatan sendiri. Seragam sekolah dijadikan daya tarik untuk mencari pelanggan dan sekaligus dijadikanpelindungbagikegiatanmaksiatnya.

RemajadanPencarianDiri

Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Peralihan ini meliputi semua perkembangan yang dialaminya sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Dalam proses memasuki masa dewasa, remaja mengalami perubahan baik secara fisik maupun psikologis. Remaja dianggap sudah tidak seperti anak-anak lagi, untuk itu ia dianggap mampu untuk menjadi dewasa.ia pun harus siap berhadapan dengan berbagai masalah.

Bambang Y Mulyono, menyebutkan bahwa dalam masa remaja seseorang juga mengalami perkembangan seksualitas. Oleh karena itu, mulai timbul dorongan-dorongan seksual yang kadang-kadang kuat sekali. Apabila mereka tidak dapat atau tidak mampu menahan dorongan ini, terutama karena ego mereka kurang dewasa maka mudah sekali remaja tersebut terjerumus dalam hubungan seksual. Pada masa remaja, terutama perubahan jasmani menyangkut segi-segi seksual biasa terjadi di antara umur 13-14 tahun. Perubahan-perubahan ini biasanya berjalan sampai umur 20-21 tahun. Oleh karena itu, masa remaja biasanya dianggap terjadi di antara umur 13-21 tahun. Di sini masa-masa kritis dialami oleh remaja.

Perkembangan remaja secara fisik apat dilihat dari perubahan yang sangat mencolok pada anak wanita dengan melihat pertambahan berat badan terutama disebabkan oleh bertambahnya jaringan pengikat di bawah kulit, terutama pada paha, pantat, lengan atas dan dada. Sedangkan pada anak pria lebih disebabkan oleh makin bertambah kuatnya susunan uratdaging.

Secara psikologis perkembangan remaja meliputi perkembangan intelektual, emosional, dan identitas. Perkembangan intelektual remaja menyebabkan ia mampu memikirkan dirinya sendiri dan hal ini membuat remaja mempunyai ide-ide berlebihan yang disertai dengan teori-teori dan sikap kritis. Perkembangan emosional berhubungan dengan ego atau ke-akuan. Emosional pada remaja tidak tetap, hal ini menyebabkan remaja sering kali rentan pada perkembangan ini. Perkembangan identitas juga menjadi sangat rentan bagi remaja. Berusaha mencari tahu siapa aku ini, apa jadinya aku, mau apa aku dan seterusnya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul di benak remaja. Tidak heran jika banyak remaja yang pada proses pencarian identitas diri mengalami proses perubahan yang cukup cepat. Pada satu sisi mereka ingin diakui, namun di sisi lain mereka belum siap untuk menjadi diri merekasendiri.

BerlindungdiBalikSeragamSekolah

Pada umumnya orang akan mengecam bahkan mengutuk pelacuran itu, namun demikian ada pula yang bersimpati kepada mereka. Kendati banyak yang mengutuknya tidak dapat dipungkiri bahwa pelacuran berseragam sekolah tetap ada. Kartini Kartono dalam bukunya Pathologi Sosial (1981) menuliskan bahwa pelacuran yang sering disebut sebagai prostitusi (dari kata Latin prostituere atau prostauree) adalah membiarkan diri berbuat zinah, melakuan persundalan, percabulan, pergendakan. Selain itu, Bonger dalam Gilbert dan Reinda (1996), menyatakan bahwa prostitusi adalah gejala kemasyarakatan dengan wanita yang menjual diri dan melakukan perbuatan tersebut sebagai mata pencaharian.

Hellen Buckingham seperti dikutif A.N. Krisna (1979), pelacuran adalah hasil langsung dari usaha perekonomian seorang wanita. Pelacuran adalah profesi wanita yang paling purba, di mana untuk pertama kalinya seorang wanita memperoleh penghasilannya, dan hasilnya yang paling langsung lantaran modalnya adalah dagingnya sendiri.

Dalam majalah Jakarta-Jakarta ditulis, kalau anda menjumpai cewek pelajar menggunakan baju seragam agak tipis, menerawang, maka besar kemungkinan itulah cewek yang anda cari. Kode lain konon adanya tempelen tensoplast pada badge lokasi sekolah yang dijahit pada lengan baju. Namun menurut Gilbert dan Reinda (1996), tanda-tanda inipun seringkali berubah-ubah. Biasanya setelah arti suatu tanda terbongkar luas, mereka membuat tanda rahasia baru. Gilbert dan Reinda menemukan bahwa tahun 1982-1984, tanda yang digunakan adalah tali sepatu yang diikat ke belakang. Tahun 1984-1986, tandanya tensoplast yang ditempel pada tas sekolah dan satu jari (biasanya ibu jari) memakai pewarna kuku. Biasanya juga mereka memakai anting-anting lebih dari satu pada telinga kiri.

Bahkan lebih garang lagi laporan Majalah Lisptik. Banyak mall di Jakarta yang dipadati pelajar dan baju seragam yang dipakai tampa badge lokasi sekolah, dan "anehnya" mereka tampa menggunakan BH. Konon kata security di sana, mereka bisa diajak kencan.

Untuk mengetahui jelas memang agak susah. Selintas mereka sama seperti pelajar kebanyakan. Mereka seolah-olah mencari suatu barang di pasar ataupun pusat perbelanjaan. Jika bertemua sesama wanita mereka terlihat biasa saja, namun jika bertemu dengan lawan jenis maka reaksi mereka agak berlebihan bahkan sengaja mencari perhatian, terlebih jika menemui orang yang tampan atau sudah berumur namun necis (biasanya mereka memperhatikan baju, celana, HP, jam tangan, ikat pingggang, dan pena).

Di pusat perbelanjaan, mereka biasanya berkelompok 2-5 orang. Gaya serta tingkah laku mereka memang sengat dibuat-buat, terlebih jika ada mangsa maka mereka sengaja mencari perhatian. Misalnya bagi mangsa yang berumur dan necis, dengan menanyakan waktu, menanyakan nomor telpon tertentu, dan lainnya. Jika yang seumuran cukup dengan pandangan mata, kedipan, maupun senyuman maka semuanya bisa berlanjut pada pembicaraan. Tidak jarang jika mereka pakai mobil cara-cara yang digunakan misalnya dengan membunyikan klakson pendek sebanyak tiga kali, memainkan lampu, dan melambaikan tangan tanda kenal. Jika si mangsa mengerti maka dapat langsung berlanjut

Mengenai tempat mangkal pasti, mereka berbeda dengan PSK (Penjaja Seks komersil) kebanyakan. Layaknya pelajar, mereka lebih senang beroperasi di pusat-pusat perbelanjaan, diskotek-diskotek, dan tempat-tempat nongkrong remaja kebanyakan. Bahkan pengelola sebuah diskotek di Jakarta mengaku sengaja memberikan free-pass atau card kepada mereka untuk masuk gratis dengan alasan mereka dapat memancing banyak tamu untuk datang.

ApaSebabnya?
Banyak diantara mereka yang merupakan siswa yang masih aktif di sekolah. Di sekolah kelakuan mereka kadang tidak berbeda dengan siswa lainnya. Jika demikian, mengapa merekaberbuatsepertiitu?

Dr. Ali Akbar mengemukakan beberapa alasan mengapa wanita menjadi pelacur, antara lain : pertama, tekanan ekonomi sehingga terpaksa menjual diri sendiri dengan jalan dan cara yang paling mudah. Kedua, tidak puas dengan apa yang ada, sebab tidak dapat membeli barang-barang yang bagus dan mahal. Ketiga, karena sakit hati akibat telah dinodai kekasihnya dan ditingggalkan begitu saja. Keempat, karena tidak puas dengan kehidupanseksualnyaatauhiperseksual.

Sedangkan Kartini Kartono menyebutkan bahwa salah satu penyebab pelacuran karena pada masa kanak-kanak pernah melakukan hubungan seks atau suka melakukan hubungan seks sebelum perkawinan, sekedar menikmati masa indah pada masa muda. Atau sebagai simbol keberanian telah menjalani dunia seks secara nyata. Selanjutya terbiasa melakukan hubungan seks secara bebas dengan banyak pemuda sebaya, kemudian terperosok ke dalam dunia pelacuran. Penyebab lainnya, karena termakan bujuk rayu kaum laki-laki, kehidupan keluarga yang broken home, anak gadis yang memberontak terhadap otoritas orang tua yang menekankan banyak hal yang tabu dan peraturan seks, dan ajakan teman-teman yang telahterjundahulukedalamduniapelacuran.

ProsesPenyadaran

Jika sudah diketahui penyebabnya, apakah kita dapat menghentikan atau menyadarkan mereka. Memberikan pengertian bahwa perbuatan mereka adalah hal yang dilarang tidak saja menurut agama tetapi juga menurut norma sosial yang ada di masyarakat. Namun kadang yang membuat mereka sulit untuk berubah adalah sikap masyarakat itu sendiri. Karena telah menggunakan seragam sekolah untuk kepentingan sendiri, sepertinya masyarakat sangat sulit menerima sadarnya mereka (mungkin itu juga sebagai hukuman). Tapi bagaimanapun juga, sebagai manusia kita patut mendukung dan memberikan kesadaran agar mereka berubah dan mengembalikan seragam sekolah sebagaimana mestinya.

Pepatah menyebutkan, "lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali". Kiranya patut untuk menjadi bahan pemikiran bagi proses penyadaran mereka. Dewasa ini banyak lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan yang peduli dengan mereka. Salah satunya adalah Komnas Perlindungan Anak, yang secara konsens membela hak-hak anak dan memberikan konsultasi dan advokasi bagai permasalahan anak. Termasuk diantaranya tentang pelacuran berseragam sekolah. Disaat pemerintah disibukkan dengan berbagai persoalan lain di negeri ini, keberadaan Komnas Perlindungan Anak ini menjadi sangat penting. Patut didukung usahamerekadalamrangkamenyelamatkangenerasibangsaini.

Benteng utama adalah orang tua dan keluarga. Disinilah anak bersosialisasi sebelum berinteraksi dengan lingkungannya (masyarakat). Namun belum cukup jika hanya itu, lingkungan ynag sehat dan terbebas dari pelacuran jika menjadi faktor penentu. Terlebih sekolah yang diharapkan mampu memberikan pendidikan bagi kedewasaannya kelak mampu menjalankan fungsinya secara benar maka kita dapat tenang bahwa anak kita terhindardaripelacuran.

Orang tua dan Kelurga hendaknya mewaspadai anak jika mempunyai keinginan untuk selalu keluar main dengan temannya tampa alasan yang rasional. Juga jika dikamarnya ditemukan barang-barang mewah ataupun mahal yang tidak kita berikan patut untuk dipertanyakan. Bertanya dengan penuh kasih tampa langsung menuduh yang tidak-tidak. Patut juga ditanya jika si anak pergi sekolah ataupun keluar, ditanya dengan siapa dan rencanya kemana saja. Hal-hal kecil ini setidaknya menjukkan perhatian kita, juga menjadi bahanpencarianjikaadahal-halyangterjadidiluarkebiasaan.

Apalah artinya uang saku anak yang banyak tetapi mereka kurang perhatian. Orangtua sibuk dengan urusan masing-masing, si anak sibuk dengan temannya. Tak ada komunikasi yang terjalin secara intens, akhirnya rumah hanya menjadi tempat tidur istirahat malam.

Menyerahkan anak sepenuhnya kepada sekolah juga bukan tindakan yang tepat. Perlu diingat bahwa intensitas anak di sekolah hanya berlangsung selama 7-8 jam sehari sedangkan sisi waktunya adalah dengan keluarga. Artinya, sekolah tidak dapat menjamin bahwa kelakuan anak anda akan selalu baik.

Sigmund Freud menyebutkan bahwa titik tolak dari kekerasan yang dilakukan seseorang berasal dari keluarga (termasuk segala bentuk penyimpangan). Karenanya, jadikanlah keluarga anda sebagai keluarga yang menjadi teladan bagi anak-anaknya, semoga.

Tri \ayat Ariwibowo, S.Pd
Guru SMKN 3 dan SMAN 3 Banjarbaru
Topik: Sisi Lain Pendidikan
Tanggal: 19 April 2008
Email : aryasadewa@yahoo.com Jud



Komentar ;
Memang tdak bisa dipungkiri bahwa tindakan prostitusi atau pelacuran yang berkedok seragam sekolah adalah benar adanya. Hal ini semakin dikuatkan dengan penelitian yang dilakukan para ahli dibidang psikologi atau kriminologi mengenai kasus fenomena ini. Ditemukanya modus beserta bukti-bukti tindakan mereka yang dengan sengaja memanfaatkan identitas seragam sekolahnya demi kepentingan mereka sendiri tentulah hal ini membuat citra dunia pendidikan Indonesia semakin tercoreng. Ditengah carut marutnya problema pendidikan yang tengah melanda negeri ini, persoalan pelacuran berseragam sekolah semakin menambah panjang deret permasalahan pendidikan yang sulit dalam pemecahanya.
Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa masa remaja merupakan masa dimana seseorang mencari jati dirinya. Remaja mulai mencari tahu identitas mengenai siapa dirinya. Dalam proses pencarianya pun tak heran jika remaja mengalami perubahan yang sangat cepat. Hal ini disebabkan karena emosi remaja tidaklah tetap sehingga sangat besar peluangnya bagi mereka untuk terjerumus pada hal-hal negative seperti pelacuran ini. Banyak sekali penyebab bagi remaju masuk dalam dunia pelacuran, tapi yang menurut saya paling besar pengaruhnya adalah karena tekanan ekonomi keluarga kerena tidak mampu memenuhi kebutuhanya ( kebutuhan akan barang mewah ) dan juga dorongan bujuk rayu teman sepergaulanya untuik terjun ke dunia itu. Apalagi ketika remaja yang masih sekolah otomatis keinginanya untuk bisa seperti kebanyakan temanya pun semakin besar dan akhirnya mereka akan dengan rela menyerahkan keperawananya guna mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan.
Kasus pelcuran berseragam sekola ini harusnya juga menjadi perhatian serius pemerintah, praktisi pendidikan maupun masyarakat agar bisa saling kerjasama menyelesaikan masalah ini. Karena apabila tidak segera diatasi maka tindakan mereka akan semakin “dilegalkan” di balik seragam sekolahnya itu.
Di tengah derasnya perkembangan arus globalisasi seperti saat ini sangatlah besar peluangnya bagi remaja untuk terjun ke arah pergaulan yang tidak baik. Ditambah lagi dengan perkembangan teknologi dan media komunikasi saat ini. Bisa-bisa remaja akan termakan oleh jebakan itu jika remaja salah dalam penggunaanya. Perilaku dan sikap remaja amatlah dipengaruhi lingkungan pergaulanya. Ada ketergantungan pada diri remaja untuk berkekompok dengan teman sepergaulanya. Sehingga bisa dengan mudah remaja akan terpengaruh budaya dalam kelompoknya, Dengan kondisi ini sebaiknya pelajar atau mahasiswa mampu memilih teman yang baik. Teman yang bisa mengarahkan pada kreartfitas hal-hal positif. Remaja harus mampu membentengi dirinya sendiri terhadap gempuran pengaruh-pengaruh negatif. Tentunya dengan landasan nilai dan prinsip yang kuat. Selain itu kelebihan energi yang ada pada diri remaju haruslah di arahkan pada hal-hal positif yang berguna bagi dirinya kelak. Keinginan akan pemenuhan kebutuhan-kebutuhanya pun harus diarahkan oleh keluarga agar remaja mampu mempu membentengi dirinya pada perbuatan pelacuran itu.
Disamping itu sekolah sebagai tempat bagi si remaja untuk menuntut ilmu harusnya mampu memberikan perlindungan kepada anak didiknya. Sekolah sebaiknya tidak hanya mengedepankan kompetensi akan pengusaan ilmu pengetahuan melainkan sekolah harus mampu memberikan pemahaman nilai-nilai moral, kebaikan, budi pekerti dan juga etika pada remaja. Dan juga dengan berbagai wahana yang ada di sekolah diharapkan remaja mampu mengarahkan energi siswa didiknya pada prestasi maupun dalam wujud krearifitas lain. Sekolah juga harus lebih memperhatikan kondisi peserta didik. Seperti salah satunya lewat perantara guru BK ( Bimbingan Konseling ). Dengan demikian diharapakan kasus pelacuran yang berlindung dibalik seragam sekolah tidak terjadi lagi.
Dan yang paling penting dari itu semua yaitu keberfngsian keluarga dalam mendidik, mengajarkan, memberikan kasih sayang dan perlindungan kepada anak. Dalam menyikapi kasus seperti ini keluarga haruslah mampu menunjukan fungsinya dengan maksimal kepada anak. Karana bagaimanapun juga keluarga memegang peranan penting bagi tumbuh kembangnya si anak. Fungsi keluarga sangatlah strategis karena keluarga merupakan tempat pertma kali bagi anak dalam melakukan sosialisasi dalam hidupnya. Lewat keluarga si anak pertama kali belajar nilai-nilai sehingga apabila keluarga mengajarkan sesuatu yang salah maka akan berdampak kurang baik bagi perkembangan si anak. Ketika si anak memasuki masa remaja, keluarga harus memberikan pendidikan, pengawasan, kasih sayang, dan perlindungan yang lebih kepada anak. Tetapi bukan dengan mengekang kebebasan “ over protektif “ bagi si anak. Melainkan orang tua harus mampu menjadi sahabat bagi anak. Sehingga dengan orang tua memposisikan seperti itu setiap kali anak menghadapi permasalahan maka anak dan orang tua bisa menjadi partner yang baik dalam menyelesaikan masalah. Atau dengan kata lain fungsi afeksi keluarga harus dijalankan keluarga dengan maksimal. Pemahaman anak akan nilai-nilai kegamaan juga amatlah penting ditanamkan pada pribadi anak. Dengan landasan agama yang kuat anak menjadi tidak mudah terpengaruh hal-hal negatif. Apalagi pada saat remaja, tentulah landasan agama amatlah penting untuk membentengi emosi remaja yang labil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar